Tokoh Papua Bertus Asso Menulis Buku “Huruf Bung Karno”

tvpapua.com, Jayapura, 06/02

Jayapura – Bertus Asso, S.Pd,M,Pd, salah seorang intelektual dan politisi PDI Perjuangan asal Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan, menulis sebuah buku baru berjudul Huruf Bung Karno.

Bertus yang merupakan lulusan Magister Manajemen Pendidikan Universitas Cendrawasih Jayapura tahun 2015 ini, keinginannya untuk mengangkat giat sejarah literasi Bung Karno lewat buku ini, selain untuk merawat arsip sejarah bangsa, tetapi juga sekaligus di inovasi sebagai metode pembelajaran di Indonesia, terutama di Tanah Papua.

“Dari sekian banyak orang di Indonesia, saya bukan yang paling hebat atau pintar, tapi sayalah orang pertama yang ingin menjabarkan terkait sejarah Huruf Bung Karno ini untuk dijadikan bahan belajar bagi anak-anak, terutama PAUD, TK dan masyarakat umum yang masih buta huruf melalui buku ini. Metode pengajaran Bung Karno ini kita terjemahkan dan inovasikan dalam seni mengajar dengan 4 metode mengajar yaitu gaya visual, auditif, perasa dan gaya gerak. Dan itu saya patenkan,” ujarnya kepada sejumlah wartawan di Jayapura, Senin, 5 Februari 2024.

Keinginan untuk menulis buku tersebut kata Bertus, berangkat dari kepeduliannya bahwa presiden pertama Indonesia itu memiliki banyak jejak sejarah memberantas buta aksara dengan metode pembelajaran yang mudah dipahami. Sayangnya, sejarah ini belum pernah ditulis dan diangkat sebagai arsip sejarah dan kurikulum sekolah.

“Seperti yang kita ketahui bersama ada situs, museum, tulisan tangan Bung Karno yang disebut Naskah Proklamasi, patung Bung Karno, nama jalan, gelora, bandara, bahkan kapal yang diberi nama Bung Karno. Namun ada satu situs yang belum didirikan yaitu Huruf Bung Karno. Huruf itu masuk dalam sebuah situs karena setelah Indonesia Merdeka, mulai tahun 1948 Bung Karno menggerakkan upaya pemberantasan buta huruf,” katanya.

Dia pun menjabarkan, agar Huruf Bung Karno ini menjadi metode pembelajaran yang asyik dan menyenangkan bagi peserta didik. Pola pengajaran yang langsung memborong 26 huruf yakni 5 vokal dan 21 konsonan, baginya sangat memberatkan peserta didik di Papua.

“Dalam buku ini terdapat 5 huruf vocal dari Bung Karno lalu saya tambahkan 5 huruf konsonan B, K, L, S, M sehingga jadi 1o huruf. Yang 10 huruf ini dulu yang kita ajar, lalu disusul 6 huruf lagi. Sebab kalau kita ajar langsung A-Z sebanyak 26 huruf, ini memberatkan anak murid. Saya sendiri merasakan saat kecil. Karena tidak semua anak di Papua langsung bisa paham,” urainya.

Lanjutnya mantan ASN Dinas Pariwisata Kabupaten Jayawijaya, ada beberapa huruf konsonan seperti X, Q, Z, F dan V yang merupakan huruf-huruf mati yang jarang digunakan di Indonesia. Oleh karena itu, Bertus setuju perlu adanya pembatasan pengenalan huruf di awal bagi peserta didik seperti yang dilakukan Bung Karno

“Pembelajaran ini dinamakan ekilasem yaitu pembatasan huruf untuk bagaimana kita mengajar sesuai konteks wilayah masing-masing. Sangat disayangkan kalau metode Bung Karno ini terapkan ini,” jelasnya.

Diterangkan Bertus, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan buku ini sekitar setahun, dan melalui beberapa tahapan dari riset, menulis, hingga rampung dan akhirnya diterbitkan Yayasan Anugerah Wiaima Wamena, dan untuk tahap awal dicetak terbatas sebanyak 600 eksemplar, dimana setiap provinsi di Tanah Papua akan mendapat bagian sebanyak 100.

Dia mengungkapkan, ide untuk menulis buku ini muncul ketika dirinya mengikuti Sekolah Partai yang diselenggarakan PDI Perjuangan di Lenteng Agung, Jakarta pada 2022 lalu.

“Saya jabarkan metode pembelajaran dari Bung Karno ini selama 5 menit di hadapan Bung Komarudin Watubun, Tjahjo Kumolo, dan Bambang Pacul, dan mendapat banyak tanggapan positif,” ungkapnya.

Ditambahkannya, untuk rencana peluncurannya akan dilakukan di Wamena tanggal 15 Maret 2024 sesuai tanggal di cover buku ini yaitu 15 Maret 1948, saat Bung Karno mengajar di alun-alun Kota Yogyakarta,” terangnya.

Buku ini juga akan disebarkan secara komersil dengan sasaran masyarakat yang belum mengenal huruf supaya bisa cepat melek huruf. Tetapi target utamanya ialah untuk para guru, gembala Gereja, dan para TNI-Polri khusus di daerah-daerah konflik untuk bisa digunakan sebagai metode mengajar.

“Saya juga berencana lakukan simulasi kepada Menteri Pendidikan, Menteri Dalam Negeri, dan terutama kepada Ibu Megawati sebagai anak dari Bung Karno. Harapannya pemerintah RI membantu untuk menggaungkan buku ini sebagai arsip nasional dan bisa jadi kurikulum pembelajaran di seluruh Indonesia,” pungkasnya. (QB)