Masyarakat Adat Awyu Gugat Dinas Penanaman Modal Papua

Ilustrasi/ Istimewa

tvpapua.com, Jayapura, 20/10

MERAUKE – Masyarakat adat Awyu, Kabupaten Boven Digul mengajukan gugatan informasi ke Komisi Informasi Publik (KIP). 

Hendrikus Woro mewakili masyarakat adat Awyu, didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua dan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, menggugat Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua terkait transparansi informasi perizinan perusahaan kelapa sawit. 

“Gugatan ditujukan kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua yang dianggap tidak transparan dan tertutup perihal informasi perizinan usaha perkebunan kelapa sawit PT. Indo Asiana Lestari seluas 39 ribu hektar,” ungkap Woro dalam siaran persnya, Rabu (19/10/2022).

Hendrikus Woro mengatakan masyarakat adat suku Awyu telah sejak lama menolak kehadiran perusahaan PT. Indo Asiana Lestari yang diketahui adalah Perusahaan Modal Asing (PMA) asal Malaysia. 

Perusahaan ini berencana menggusur hutan adat dan menggantinya dengan perkebunan kelapa sawit seluas 39.000 hektar. DPMPTSP Provinsi Papua dinilai menerbitkan izin tanpa sepengetahuan masyarakat. 

Hendrikus Woro yang tergabung dalam Paralegal Cinta Tanah Adat Awyu menyatakan sikap menolak perkebunan kelapa sawit. 

“Kekhawatiran kami sangat jelas, dengan tergusurnya hutan, maka kehidupan masyarakat adat juga akan tersingkir,” jelasnya.

Hutan sebagai ruang kehidupan yang memberikan pangan, obat- obatan, ekonomi, keyakinan dan nilai sejarah. Ia menduga pemerintah diam-diam telah menerbitkan izin tanpa sepengetahuannya. Ancaman ini semakin nyata pada tahun 2021 perusahaan PT Indo Asiana Lestari mencoba membangun pelabuhan.

LBH Papua dan Pusaka yang menerima kuasa untuk mendampingi dalam sengketa menduga ada hal yang ditutupi sehingga DPMPTSP Provinsi papua tidak mau membuka ketersediaan izin usaha perkebunan PT. Indo Asiana Lestari.

Pembela Hukum dari LHB Papua, Emanuel Gobay, menjelaskan sesuai Pasal 11 ayat 1 huruf b UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, Informasi publik yang diminta pemohon merupakan informasi yang wajib tersedia setiap saat. Hal ini juga diatur dalam peraturan Komisi Informasi Publik Nomor 1 Tahun 2021 tentang standar layanan informasi publik.

“Masyarakat adat menggugat DPMPTSP Provinsi Papua ke Komisi Informasi Publik Provinsi Papua. Tujuan sengketa ini agar KIP Papua memutus informasi yang dimohon adalah informasi yang bersifat terbuka sehingga wajib dibuka,” kata Gobay.

Ia menilai Tindakan DPMPTSP Provinsi Papua yang tidak memberikan permintaan informasi publik merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak pemohon sesuai pasal 28 F UUD 1945 dan UU No 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi publik, Komisi informasi publik harus berpihak kepada masyarakat adat untuk memutuskan ini. (QB)