Dinkes Papua Akan Dilaporkan Atas Dugaan Penyerobotan Tanah

Kuasa Hukum Ahli Waris pemilik tanah War-Wambi Warisan Faro Samuel Hay, Rieka Tambunan (kiri) bersama mama Meraudje (kanan)/ Istimewa

tvpapua.com, Jayapura, 23/10

JAYAPURA – Kuasa Hukum Ahli Waris Pemilik Tanah War-Wambi Warisan Faro Samuel Hay, Rieka Tambunan akan melaporkan Dinas Kesehatan Provinsi Papua ke Polda Papua dengan dugaan penyerobotan tanah seluas tujuh hektar di Holtekam.

Menurut Rieka, Dinas Kesehatan Provinsi Papua telah membangun perumahan sebanyak 20 unit diatas tanah Bersertifikat Hak Milik dan Tanah Warisan Bapak FARO SAMUEL HAY (Alm) Kepala Suku Hay Enggros dan Bapak ROBBY  S.HAY (Alm) serta Ahli Waris Tanah Warisan tersebut.

“Tanah yang dibangun perumahan sejumlah 20 unit itu ada sertifikatnya, namun Dinas Kesehatan sudah membangun perumahan diatas tanah tersebut,” jelasnya kepada wartawan, di Jayapura, Kamis kemarin.

Dijelaskan, pihaknya telah dua kali melakukan somasi, namun tidak ada itikad baik dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Sebab, pihaknya bersama Badan Pertanahan sudah meninjau langsung dan menemukan fakta dilapangan jika Dinas Kesehatan salah membangun perumahan.

“Dinas Kesehatan tidak membangun diatas tanah miliknya, tetapi membangun diatas tanah Mama Meraudje,” katanya.

Lanjutnya lagi, karena tidak adanya itikad baik dari Dinas Kesehatan Papua untuk menyelesaikan secara kekeluargaan. Maka pihaknya akan melakukan langkah-langkah hukum selanjutnya seperti penyerobotan dan kami akan menggugat secara perdata.

“Jadi saat dilakukan pembangunan perumahan tersebut tahun 2018, Kepala Dinas Kesehatan Papua dijabat oleh Aloysius Giyai,” jelasnya.

Ia menerangkan, Sebelumnya pemilik tanah sudah mencoba melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan, namun tidak bisa bertemu.

“Untuk itu kami akan menempuh jalur hukum dan selama ini kami masih menunggu hasil somasi. Namun sampai sekarang tidak ada itikad baik dari Dinas Kesehatan, sehingga kami memutuskan akan melaporkan kepolisian,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Mama Meraudje sebagai ahli waris, menyayangkan sikap Dinas Kesehatan Papua yang tidak mempunyai itikad baik untuk bertemu ahli waris pemilik tanah.

“Kami sudah berusaha menemui Kepala Dinas Kesehatan, namun Dari dinas kesehatan mengaku tanah tersebut milik mereka, kami juga sudah melaporkan hal ini ke Polda Papua tetapi dinas kesehatan tidak datang,” terangnya.

Sebelumnya pada 27 Maret 2018 Kementerian PUPR. Direktur Jenderal Penyediaan Perumahaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat Kementerian PUPR, Ir. H.Khalawi AH,M.Sc.MM melakukan peletakan batu pertama pembangunan perumahan yang dihadiri Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua drg. Aloysius Giyai, M.Kes, Kepala SNVT Penyedia Perumahan Provinsi Papua Malikidin Soltip, ST.SE.MM, Anggota  Komisi V DPR Papua Nason Uty, SE , Perwakilan Polda Papua dan Perwakilan Suku Pemilik Tanah (NIKO PAE).

“Selaku Ahli Waris dari Pemilik Tanah War-Wambi Warisan Bapak Faro Samuel Hay (Alm) kami tidak mengetahui tentang adanya rencana Peletakan Batu Pertama untuk Pembangunan Perumahan Oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua,” tuturnya.

Sementara itu Aloysius Giyai yang dihubungi secara terpisah mengaku proses pembelian tanah tersebut telah sesuai prosedur.

“Soal batas tanah Aloysius mengakui telah sah secara adat karena telah ditandatangani oleh Kepala suku dan Kepala kampung,” jelasnya.

Ia menerangkan, semua proses pelepasan adat maupun pembuatan sertifikat telah melalui mekanisme yang berlaku di Badan Pertanahan, dengan demikian Dinas Kesehatan Papua membeli tanah tersebut dari pemilik tanah sudah memenuhi syarat.

“Yang jadi pertanyaan, kenapa selama pembukaan lahan dan peletakan batu pertama pembangunan perumahan 20 unit oleh Kementerian PUPR dan selama pekerjaam pembangunan perumahan berjalan selama dua tahun tidak ada yang mengklaim tanah tersebut,” tegasnya.

Selain itu, proses pembelian tanah dari Dinas Kesehatan kepada pemilik lahan telah ditentukan oleh Lembaga Penilai Independen Tanah yang diatur oleh hukum negara, sehingga tidak ada prosedur yang menyalahi aturan.

“Kalau mereka merasa pemilik tanah dan mempunyai sertifikat, kenapa selama empat tahun proses itu tidak ada yang muncul dan mereka tidak mau datang di para para adat untuk menunjukkan tanah yang mereka maksud, ini negara hukum silahkan buktikan di Pengadilan,” tandasnya. (QB)