Dinkes Papua Hadapi KLB di Papua

tvpapua.com, Jayapura 15/04
Sekretaris Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua, dr. Silwanus Sumule, Sp.OG(K) mengatakan, guna mengatasi kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, Dinas Kesehatan Papua telah menetapkan standar kebijakan baru dengan cara langsung mengirim Tim Krisis Kesehatan Dinkes Papua bekerjasama dengan Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) ke daerah tersebut untuk mengecek atau melakukan assessment (penilaian) awal.
“Begitu Tim Krisis Kesehatan dan UP2KP tiba, mereka melakukan assessment awal, mereka akan menghubungi teman-teman di kabupaten, apakah kasus ini bisa diatasi oleh Dinkes Kabupaten atau tidak. Jika bisa diatasi kabupaten, maka Dinkes Papua akan memantau. Tetapi jika tidak bisa, maka itu akan ditake-over oleh Dinkes Papua. Setelah itu, kita akan turukan Tim Daerah Terisolir ke daerah itu untuk bekerja 3-4 bulan untuk memetakan permasalahan berdasarkan assessment awal dari Tim Krisis Kesehatan dan UP2KP itu,” kata Silwanus, Senin (15/04).
Dia menjelaskan, Tim Daerah Terisolir ini bekerja dalam dua aspek yaitu aspek kuratif dan rehabilitatif dimana akan dilakukan pelayanan dan pengobatan. Setelah itu, kata dia, tim ini akan ditarik dan diganti dengan tim Satuan Tugas Kaki Telanjang dan Terapung (Satgas Kijang dan Terapung).
“Tugas Satgas Kijang ini bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Jadi tugas mereka kompleks selama dua tahun. Kita juga bekerjasama dengan Tim Nusantara Sehat dari Kementerian Kesehatan. Setelah tim ini selesai, selanjutnya tugas pelayanan kesehatan ini kita serahkan kepada kabupaten setempat. Nah itulah konsep besar mensinkronkan antara Tim Dinas Kesehatan dan Tim Kementerian Kesehatan,” ujarnya.
Menurut Silwanus, kasus KLB di Papua harus dibedakan antara KLB akibat bencana seperti Banjir Bandang Sentani 16 Maret lalu dengan KLB yang bersifat insidentil yang kerap terjadi di pedalaman Papua. Untuk itu, kata dia, pihak Dinkes Papua telah memetakan wilayah-wilayah yang potensial terjadi KLB insidentil itu, khususnya di kabupaten dengan cakupan imunisasi Measles, Rubella dan Polio (MRP) yang sangat rendah.
“Ketika KLB Asmat pecah awal 2018, kami mendeteksi ada sekitar 13 kabupaten di Pegunungan Tengah Papua yang berpotensi KLB. Kalau tidak segera dilakukan intervensi imunisasi, bisa pecah KLB lagi di daerah itu, terutama akibat polio,” katanya.
Butuh Komitmen Kepala Daerah
Silwanus menjelaskan, berdasarkan data per 13 April 2019, cakupan MRP di Provinsi Papua masih mencapai 66,78 persen. Dari 29 kabupaten/kota, baru 7 kabupaten yang menyelesaikan cakupan MRP di atas 95 persen sesuai permintaan Kementerian Kesehatan dan 6 kabupaten dengan cakupan 80-90 persen. Terdapat 9 kabupaten yang cakupannya berada di bawah 25 persen dimana 5 kabupaten memiliki cakupan paling rendah yakni Puncak Jaya, Pegunungan Bintang, Tolikara, Deiyai, dan Nduga.
“Problem utama memang di geografi dan karakteristik wilayah yang sulit dijangkau petugas kesehatan. Tapi buktinya Mappi bisa sampai di atas 95 persen. Mengapa? Karena ada kemauan dan dukungan dari Pemda dan Dinkes setempat. Jadi paling utama adalah dukungan dan komitmen dari pimpinan daerah. Kalau ada Pemda yang mau sewa pesawat, koordinasi antara kepala dinas kesehatan kepala Puskesmas berjalan, saya yakin imunisasi ini akan segera selesa,” ujarnya.
Oleh karena itu, Silwanus berharap, Dinas Kesehatan di kabupaten membuat perencanaan yang baik dan mengalokasikan anggaran yang cukup bagi sektor kesehatan. Salah satunya, membentuk tim kesehatan bergerak untuk menjangkau pelayanan bagi masyarakat di daerah yang sulit dijangkau dengan mengambil contoh Satgas Kijang.
“Saya pernah membuat perhitungan, kalau saja kita bisa menyiapkan dana 1 tahun Rp 1,5 miliar untuk menyewa pesawat, dalam waktu satu setengah tahun, imunisasi di sana sudah selesai. Kalau itu semua dibebankan kepada Provinsi Papua, tentu berat. Nah yang jadi masalah suku Korowai masuk dalam beberapa kabupaten,” kata Silwanus.
Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Papua, drg. Aloysius Giyai M.Kes saat tampil sebagai pemateri pada Seminar Sehari bertema “Inisiasi Informasi Pembangunan Papua” di Aula Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Depok, Jawa Barat, Jumat (08/02/2019) menjelaskan, ada 17 kabupaten itu yakni Yahukimo, Pegunungan Bintang, Nduga, Tolikara, Lanny Jaya, Puncak, Puncak Jaya, Mamberamo Tengah, Mamberamo Raya, Waropen, Supiori, Deiyai, Dogiyai, Intan Jaya, Paniai, Yalimo dan Asmat.
Menurut Aloysius, selama 2015-2017, terjadi sejumlah kasus Kejadian Luar Biasa (KLB) di antaranya di Kabupaten Asmat, Distrik Mbua dan Yigi-Kabupaten Nduga, Distrik Tigi Barat Kabupaten Deiyai, Distrik Samenage dan Korowai-Kabupaten Yahukimo, dan Distrik Okbab- Kabupaten Pegunungan Bintang.
“Kematian yang terjadi umumnya dengan pola yang sama yakni menimpa bayi dan anak-anak, terjadi di daerah terisolir Papua, petugas kesehatan tidak ada di situ, fasilitas kesehatan minim, penduduk menyebar dengan jarak sangat jauh dan terjadi gizi buruk di situ. Ini harus jadi perhatian semua kabupaten, terutama yang pernah mengalami klb,” kata Aloysius. (QB)
- Apr, 15, 2019
- Author: Bebo
- Categories: Berita
- No Comments.
News
- Untuk Kenyamanan Pelanggan, Pertamina Patra Niaga Pastikan SPBU Lakukan Kebijakan Pengaturan Waktu Pengisian BBM Bersubsidi 4 November 2025
- Bukan Sekadar Tempat Relaksasi, De WAVE Abepura Bawa Angin Segar dan Harapan Baru untuk Jayapura 3 November 2025
- Gubernur Papua Matius D. Fakhiri Umumkan Lima Pilar Utama Pembangunan “Papua Cerah” 1 November 2025
- Dukung Pendidikan di Tanah Papua, Freeport Indonesia Serahkan Bantuan Pendidikan untuk YPK GKI 31 Oktober 2025
- Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Serukan Persatuan Pasca Pilkada, Minta Rakyat Ikut Mengawal Pemerintahan 31 Oktober 2025
- Sinergi dan Strategi 4K: Peran Bank Indonesia Menstabilkan Harga di Tanah Papua 31 Oktober 2025
- Perjalanan Bank Indonesia Menggerakkan Ekonomi di Tanah Papua 31 Oktober 2025
- Rupiah: Simbol Kedaulatan dan Identitas Bangsa 31 Oktober 2025
- Gubernur Papua Dorong Pelayanan Publik Mobile untuk Daerah Terpencil Mamberamo Raya 30 Oktober 2025
- Gubernur Papua Buka Rakerda 2025, Targetkan “Transformasi Papua Baru yang Maju dan Harmonis” 30 Oktober 2025
Komentar Terbaru
Arsip
- November 2025
- Oktober 2025
- September 2025
- Agustus 2025
- Juli 2025
- Juni 2025
- Mei 2025
- April 2025
- Maret 2025
- Februari 2025
- Januari 2025
- Desember 2024
- November 2024
- Oktober 2024
- September 2024
- Agustus 2024
- Juli 2024
- Juni 2024
- Mei 2024
- April 2024
- Maret 2024
- Februari 2024
- Januari 2024
- Desember 2023
- November 2023
- Oktober 2023
- September 2023
- Agustus 2023
- Juli 2023
- Juni 2023
- Mei 2023
- April 2023
- Maret 2023
- Februari 2023
- Januari 2023
- Desember 2022
- November 2022
- Oktober 2022
- September 2022
- Agustus 2022
- Juli 2022
- Juni 2022
- Mei 2022
- April 2022
- Maret 2022
- Februari 2022
- Desember 2021
- November 2021
- Oktober 2021
- Agustus 2021
- Juli 2021
- Juni 2021
- Mei 2021
- April 2021
- Maret 2021
- Februari 2021
- Januari 2021
- Desember 2020
- November 2020
- Oktober 2020
- September 2020
- Agustus 2020
- Juli 2020
- Juni 2020
- Mei 2020
- April 2020
- Maret 2020
- Februari 2020
- Januari 2020
- Desember 2019
- November 2019
- Oktober 2019
- September 2019
- Agustus 2019
- Juli 2019
- Juni 2019
- Mei 2019
- April 2019
- Maret 2019
- Februari 2019
- Januari 2019
- Desember 2018
- November 2018
- Oktober 2018
- September 2018
- Agustus 2018
- Juli 2018
- Juni 2018
- Mei 2018
- April 2018
- Maret 2018
- Februari 2018
- Januari 2018
- Desember 2017
- November 2017
- Oktober 2017
- September 2017
- Agustus 2017
- Juli 2017
- Juni 2017
- Mei 2017
- Februari 2017


Twitter
